Literasi Wakaf
Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari kata wa-qa-fa, ya-qi-fu, waq-fan yang artinya berhenti atau menahan. Secara umum wakaf berarti bersedekah dengan harta benda yang bisa dimanfaatkan dalam jangka panjang dan berkelanjutan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
Seperti kita ketahui, bahwa wakaf merupakan amal jariyah yang pahalanya abadi dan tidak terputus meskipun yang berwakaf telah meninggal dunia selama wakaf tersebut dimanfaatkan dalam kebaikan.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Riwayat Bukhari, “Apabila seorang muslim meninggal, maka amalannya terputus kecuali dari tiga perkara; sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.”
Dalil Dibalik Perintah Berwakaf
Wakaf merupakan syariat Islam yang sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Salah satu dalil pelaksanaan wakaf adalah hadits riwayat Bukhari yang menceritakan tentang Umar R.A yang telah memperoleh bagian tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata:
“Bahwa sahabat Umar R.A, memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar R.A, menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk meminta petunjuk, umar berkata: “Hai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan.”
Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah Ibnu sabil, dan tamu, dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau member makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR Bukhari no. 2565, Muslim 3085)
Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits di atas adalah asal disyariatkannya wakaf. Dalil hadits lain ketika Anas bin Malik R.A berkata:
Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di Madinah, Beliau menyuruh agar membangun masjid. Lalu Beliau berkata,”Wahai, Bani Najjar! Juallah kebunmu ini kepadaku!” Lalu Bani Najjar berkata,”Tidak kujual. Demi Allah, tidaklah kami jual tanah ini, kecuali untuk Allah. (HR Bukhari)
Rukun-rukun Wakaf
Rukun-rukun wakaf bertindak sebagai kerangka dasar agar hukumnya menjadi sah dan diterima Allah. Menurut madzhab Hanafi menyatakan bahwa rukun wakaf hanya ada satu yaitu ikrar atas wakaf saja.
Sedangkan menurut jumhur ulama yaitu Maliki, Syafi’i, dan Hambali ada empat rukun wakaf, antara lain:
Ikrar atas wakaf. Ikrar wakaf adalah semacam pernyataan yang diucapkan oleh orang yang memiliki harta untuk mewakafkan harta miliknya. Ikrar terdiri atas dua hal yaitu ijab dan kabul.
Pemilik harta yang mewakafkan harta miliknya (wakif). Wakaf adalah ibadah sebagai bentuk taqarrub kepada Allah. Terdapat beberapa syarat seseorang bisa berwakaf, yaitu Muslim, akil baligh, merdeka, dan tidak terpaksa
Harta yang diwakafkan. Dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni selain itu tidak ada batas minimal dalam berwakaf.
Pihak yang diserahkan kepadanya harta wakaf itu (mauquf alaih).
Syarat-Syarat Orang yang Berwakaf
Wakaf adalah bentuk ibadah yang bersifat taqarrub atau sebagai bentuk pendekatan kepada Allah. Untuk menunaikan wakaf terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
-
- Muslim. Menunaikan wakaf merupakan salah satu amalan yang mendapatkan pahala di sisi Allah. Muslim yang menunaikan wakaf akan mendapatkan kemuliaan dan keberkahan di dunia sampai akhirat kelak. Firman Allah SWT: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.” (Al Baqarah : 261)
- Akil dan baligh. Akil artinya orang yang berakal dan tidak gila. Sebab orang gila tidak berhak melakukan akad tukar menukar, jual beli, atau pun penyerahan hak atas suatu harta kepada pihak lain. Baligh artinya anak tersebut sudah dewasa dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
- Merdeka. Arti merdeka di sini adalah orang yang berwakaf bukanlah budak atau hamba sahaya.
- Tidak terpaksa. Orang yang berwakaf harus sukarela menyerahkan harta bendanya untuk diwakafkan. Apabila ia dalam keadaan terpaksa, maka wakafnya dianggap tidak sah.
Apabila Sahabat sudah memenuhi persyaratan di atas, maka sudah bisa menunaikan wakaf saat ini juga. Mari tunaikan wakaf sebagai bentuk ibadah kita kepada Allah dan menjadi bekal di akhirat nanti.
Unsur-unsur Wakaf
Di dalam menunaikan wakaf terdapat beberapa unsur yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Diantara lain:
- Wakif, pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Orang yang berwakaf dengan ketentuan mempunyai ketentuan untuk melepaskan hak milik, baligh, berakal dan tidak dalam paksaan.
- Nazhir, pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif. Orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan.
- Harta benda wakaf. Dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni selain itu tidak ada batas minimal dalam berwakaf.
- Ikrar wakaf, pernyataan kehendak wakif berupa lisan/tulisan kepada nazhir. Pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami.
- Peruntukkan harta benda wakaf. Penerima wakaf.
- Jangka waktu wakaf.
Semua unsur tersebut diatur lebih mendalam di UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf. Bila sudah terpenuhi semua unsur tersebut, maka wakaf bisa langsung diamalkan.