Pagi itu, seorang ibu sederhana melangkahkan kakinya dengan penuh ragu menuju kantor Rumah Wakaf. Dengan wajah lelah namun tetap menyimpan harapan, ia bercerita tentang kegundahan hatinya.

Bukan tentang dirinya, melainkan tentang anaknya yang sebentar lagi masuk sekolah. Sang anak yang sudah tidak memiliki sosok bapak membutuhkan perlengkapan sekolah: buku paket, buku tulis, dan kebutuhan lainnya. Namun ada satu yang paling mendesak—enam buku paket yang wajib dimiliki agar sang anak bisa belajar seperti teman-temannya.

Air matanya menetes saat ia berkata lirih,
“Saya sudah berusaha, tapi tidak ada uang, pekerjaan pun tidak tetap. Saya bingung harus bagaimana memenuhi kebutuhan sekolah anak saya.”

Di balik kegelisahannya, tersimpan keteguhan hati seorang ibu yang tak ingin menyerah pada keadaan. Ia tahu, pendidikan adalah satu-satunya jalan agar anaknya kelak bisa keluar dari lingkaran kesulitan yang mereka hadapi.

Hari itu, kantor Rumah Wakaf menjadi saksi bagaimana seorang ibu dengan segala keterbatasannya memilih untuk tetap berjuang. Bukan untuk dirinya, tapi demi masa depan anak yang ia cintai sepenuh jiwa.